Selasa, 03 Juni 2014

PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK KEBIDANAN


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Bidan merupakan seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Proses registrasi atau proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan ,sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Bidan  merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis. Bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan bersifat paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Pembahasan berikut ini yakni mengenai registrasi dan praktik bidan.

1.2  Rumusan Masalah
Apa sajakah yang mencakup tentang registrasi dan praktik bidan ? 
1.3  Tujuan
Untuk mengetahui cakupan dari registrasi dan praktik bidan.



 BAB II

ISI

A.    PENGERTIAN BIDAN
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi diseluruh Dunia.
Pengertian Bidan dan bidang praktinya secara internasional telah diakui oleh Internatinal Confederation of midwives (ICM), Federation Internatinal of Gynaecologist and Obstetrian (FIGO)  dan World Health Organization(WHO),sedangkan secara Nasional telah diakui oleh Ikatan Bidan Indonesia(IBI) sebagai organisasi profesi bidan di Indonesia.
       Definisi Bidan menurut beberapa Sumber :
1.      WHO,ICM dan FIGO(1992)
Bidan adalah seorang yang diakui secara regular dalam program pendidikan bidan, diakui secara yuridis,ditempatkan dan mendapat kualifikasi serta terdaftar disektor yang memperoleh izin  melksanakan praktik kebidanan.
2.      Permenkes No.572 /Menkes/PER/VI/1996 pasal 1 ayat 1 tentang registrasi dan praktik bidan
“Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku”.
3.      IBI (2003)
Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku ,dicatat(register) dan diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik.
4.      Berdasarkan hasil Rekarnas(2011)disolo definisi bidan perlu disesuaikan berdasarkan hasil kongres ICM diBrisbane (2011)
“A Midwife is a person who having been regulary admitted to a midwifery educational programme,duly recognized in the country in which it is located , has successfully completed the prescribed course of studies in midwifery and has acquired the requisite qualification to be registered and/or legally licensed to practice midwifery.




B.     PELAPOR DAN REGISTRASI
Registrasi merupakan  proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau
standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental
mampu melaksanakan praktik profesinya.
Dan didalam permenkes No.900/MENKES/SK/VII/2002, telah diatur tentang Pelapor dan Registrasi Bidan. Diantaranya yakni:
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan
     secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta
     didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan
     lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
     Formulir I terlampir.

Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
      kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
      institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya
      1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
     meliputi :
a. fotokopi Ijazah Bidan
b. fotokopi Transkrip Nilai Akademik
c. surat keterangan sehat dari dokter
d. pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
     dalam Formulir II terlampir.

Pasal 4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan
      registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
      untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas
      Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambatlambatnya
     1(satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara
      nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi
     mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala
      kepada Menteri Kesehatan malalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro
     Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi
     profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala
     akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.

Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi
      persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana
      pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai
     adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala
     Dinas Kesehatan Propinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan :
         a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan
            Tinggi
         b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana
     dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan
     adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana
     dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana
     tercantum dalam Formulir IV terlampir.

Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar
      untuk menerbitkan SIPB.
(2) Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
     Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan
     antara lain:
                                  a. SIB yang telah habis masa berlakunya
                                  b. Surat Keterangan sehat dari dokter
                                  c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.


C.    MASA BAKTI
Pasal 8
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
D.    PRAKTIK BIDAN
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.

Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
     ditujukan kepada ibu dan anak.
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa
     kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode
     interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa
     bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :
            a. penyuluhan dan konseling
            b. pemeriksaan fisik
            c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal
            d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil   
                dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi  
                ringan dan anemi ringan.
            e. pertolongan persalinan normal
            f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus
               macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi,
               perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri
               primer, post term dan pre term
            g. pelayanan ibu nifas normal
            h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan
                dan infeksi ringan
            i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
               keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
             a. pemeriksaan bayi baru lahir
             b. perawatan tali pusat
             c. perawatan bayi
             d. resusitasi pada bayi baru lahir
             e. pemantauan tumbuh kembang anak
             f. pemberian imunisasi
             g. pemberian penyuluhan.
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut,
bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan
anak sesuai dengan kemampuannya.
Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
berwenang untuk :
            a. memberikan imunisasi
            b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
            c. mengeluarkan placenta secara manual
            d. bimbingan senam hamil
            e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi
            f. episiotomi
            g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
            h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
             i. pemberian infus
             j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa
             k. kompresi bimanual
             l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
            m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
            n. pengendalian anemi
            o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
            p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
            q. penanganan hipotermi
            r. pemberian minum dengan sonde /pipet
            s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai
                dengan Formulir VI terlampir
            t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.



Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 huruf b, berwenang untuk :
    a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
       dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
    b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi
    c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
    d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
    e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan
       kesehatan masyarakat.
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 huruf c, berwenang untuk :
 a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
      b. memantau tumbuh kembang anak
      c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
      d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk     dan memberikan  penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan
 Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan
      selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang
meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan
kelengkapan administrasi.
Pasal 23
(1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus
      memiliki peralatan dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum
     dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana
      tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak
serta keluarga berencana.
Pasal 25
(1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang
     diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan
     pelayanan berdasarkan standar profesi.
(2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam
      melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus:
                     a. menghormati hak pasien
                     b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
                     c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan
                         perundang-undang yang berlaku
                     d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
                     e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
                     f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik.
Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
Keputusan ini.

E.     WEWENANG BIDAN
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
  1. Kewenangan normal:
    • Pelayanan kesehatan ibu
    • Pelayanan kesehatan anak
    • Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
  2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
  3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter
Kewenangan  normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
  1. Pelayanan kesehatan ibu
    1. Ruang lingkup:
      • Pelayanan konseling pada masa pra hamil
      • Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
      • Pelayanan persalinan normal
      • Pelayanan ibu nifas normal
      • Pelayanan ibu menyusui
      • Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
    2. Kewenangan:
      • Episiotomi
      • Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
      • Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
      • Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
      • Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
      • Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
      • Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
      • Penyuluhan dan konseling
      • Bimbingan pada kelompok ibu hamil
      • Pemberian surat keterangan kematian
      • Pemberian surat keterangan cuti bersalin
  2. Pelayanan kesehatan anak
    1. Ruang lingkup:
      • Pelayanan bayi baru lahir
      • Pelayanan bayi
      • Pelayanan anak balita
      • Pelayanan anak pra sekolah
      •  
    2. Kewenangan:
      • Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
      • Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
      • Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
      • Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
      • Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
      • Pemberian konseling dan penyuluhan
      • Pemberian surat keterangan kelahiran
      • Pemberian surat keterangan kematian
  3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan:
    1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
    2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
  1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
  2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
  3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
  4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
  5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
  6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
  7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
  8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
  9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
 Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.


F.     PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pasal 27
(1) Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
      sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas dan
      tembusan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
      dalam Lampiran IV Keputusan ini.


G.    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31
(1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan
      oleh organisasi profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka
      kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para
     anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan
yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 33
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait
      melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan
      praktik diwilayahnya.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
     dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik
     sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 35
(1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
       a. menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum
          dalam izin praktik.
        b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
(2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau  Menjalankan
      tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan
      dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.



Pasal 36
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan
      lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
     Keputusan ini.
(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
      paling banyak 3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan,
      Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang
      bersangkutan.
Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 38
(1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan
      dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak
      keputusan ditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama
      pencabutan SIPB.
(3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14
      (empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14
      (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut
      dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir
      semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
(5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili
      sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang-undang Nomor 5
      Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada
organisasi profesi setempat.
Pasal 40
(1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan
      dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk
      sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan
      yang berlaku.
(2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
     diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.
Pasal 41
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan
      Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan
      pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
(2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah,
      Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.


H.    KETENTUAN PIDANAAN
Tidak Memberi Pertolongan Pertama Kepada Pasien
Pasal 190
ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tanpa Izin Melakukan Praktik Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak pidana materiil.
Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman hukuaman yang tercantum dalam Pasal 190 ayat(2),meskipun keduanya  dapat mengakibatkan  kematian.
Memperjual Belikan Organ atau Jaringan Tubuh
Pasal 192 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bedah Plastik dan Rekonstruksi Untuk Mengubah Identitas Seseorang
Selanjutnya Pasal 193 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Aborsi
Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat dilakukan setelah persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi.
Aborsi yang  tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana.
Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Memperjual Belikan Darah
Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang. UU menentukan bahwa pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan dalih apapun.

Bagi Yang Melanggar Larangan Tersebut Diancam Dengan Pidana
Pasal 195 menentukan setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan darah dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Tindak Pidana Kefarmasian dan/atau Alat Kesehatan
UU menentukan tiga macam tindak pidana kefarmasian dan /atau alat kesehatan.
 Masing masing diatur dalam Pasal 196,197 dan 198.
Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selanjutnya Pasal 197 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Kemudian Pasal 198 menentukan bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Memproduksi atau Memasukkan Rokok ke  dalam Wilayah NKRI Tanpa Mencantumkan Peringatan Kesehatan dan Pelanggaran Pawasan Tanpa Rokok
Pasal 199
ayat (1) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ayat (2) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana denda paling banyakRp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Menghalangi Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Kemudian Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dalam Hal Korporasi Melakukan Tindak Pidana
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, menurut ketentuan Pasal 201, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali daripada pidana denda seagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200.

Selain itu korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
1.      Pencabutan izin usaha, dan/atau
2.      Pencabutan status badan hokum


 I.       KETENTUAN PERALIHAN TENTANG SURAT PENGUASAAN DAN IZIN PRAKTEK

PASAL 25
(1). Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor      900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan dan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor HK. 02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai masa berlakunya berakhir.
(2). Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya,berdasarkan peraturan ini.
PASAL 26
Apabila Majelis Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau  belum dapat melaksanakan tugasnya maka dengan registrasi bidan maka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002  tentang Registrasi dan Praktek Bidan.


PASAL 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus memiliki SIKB berdasrkan peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
PASAL 28
Bidan yang telah berpendidikan dibawah Diploma lll (D lll) Kebidanan yang telah menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini Selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.




BAB III

PENUTUP


3.1 Kritik
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami mengaharapka kepada para pembaca atau mahasiswa yang membaca makalah kami dapat memberikan masukan yang berarti bagi kami, agar di lain kesempatan kami dapat membuat makalah yang lebih baik.
3.2 Saran
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

DAFTAR PUSTAKA


KMK No.369  Tentang Standart Praktik Bidan.Pdf
KMK No.900 tentang  Registrasi dan Praktik Bidan.Pdf
Permenkes No.1464/Menkes/PER/X/2010

Tidak ada komentar:

PERTAMA KALI KE BANGKOK, BUDGET + ITINERARY 5N 6D

HALOOOO BLOG!! Sudah berapa tahun kah aku gak posting di blog??? Sepertinya lamaaa sekali yaaa huhu karena kehabisan content... Ka...