KEADAAN
HUKUM, POLITIK, DAN EKONOMI DI ERA REFORMASI
1. KONDISI PERTUMBUHAN EKONOMI
INDONESIA SEJAK ERA REFORMASI (1999)
Setelah
krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia turun
menjadi -13,16% pada 1998, bertumbuh sedikit 0,62% pada tahun 1999 dan setelah
itu makin membaik. Laju pertumbuhan tahunan 1999 – 2005 berturut-turut sebagai
berikut 0,62%, 4,6%, 3,83%, 4,38%, 4,88%, 5,13% dan 5,69%. Ekonomi kita
bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran 4% antara tahun 2000
s.d. 2003 dan mulai tahun
2004
sudah masuk pada kisaran 5%. Pemerintah pada mulanya menargetkan pertumbuhan
ekonomi 2006 adalah 6,2% tetapi kemudian dalam APBN-P 2006 merubah targetnya
menjadi 5,8%; namun BI memperkirakan laju pertumbuhan 2006 adalah 5,5% lebih
rendah dari laju
pertumbuhan
2005. Patut diduga bahwa laju pertumbuhan tahun 2007 akan lebih rendah lagi
karena investasi riil tahun 2006 lebih rendah dari tahun 2005. Laju pertumbuhan
ekonomi kita dari tahun 1999 s.d. 2005 mencapai ratarata 4,15%. Dari data di
atas kelihatannya ekonomi kita memiliki prospek membaik yaitu terus
meningkatnya laju pertumbuhan di masa depan. Namun apabila diteliti lebih
mendalam akan terlihat adanya permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut.
Sektor ekonomi dapat dikelompokkan atas dua kategori yaitu sektor riil dan
sektor non-riil. Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian,
pertambangan, dan industri ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan
wisatawan
internasional.
Sektor non-riil adalah sektor lainnya seperti: listrik, bangunan, perdagangan,
pengangkutan, keuangan, dan jasa-jasa (pemerintahan, sosial, perorangan).
Kegiatan yang melayani wisatawan internasional masuk pada beberapa sektor
non-riil sehingga tidak dapat
dipisahkan.
Antara tahun 1999 s.d. 2005 sektor riil bertumbuh 3,33% sedangkan sektor
non-riil bertumbuh 5,1%. Pertumbuhan ini adalah pincang karena semestinya
sektor non-riil bertumbuh untuk melayani sektor riil yang bertumbuh. Antara
tahun 1999 s.d. 2005 sektor pertanian bertumbuh 3,11%, pertambangan -0,8%, dan
sektor industri bertumbuh
5,12%.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah dari tahun 2002 s.d. 2005 laju
pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi
keseluruhan sejak 2002 adalah karena pertumbuhan sektor non-riil yang melaju 2
kali lipat dari sektor riil. Pada 2 tahun terakhir. sektor yang tinggi
pertumbuhannya adalah: pengangkutan, keuangan, bangunan, dan perdagangan. Pada
saat yang sama tingkat pengangguran terbuka pada mulanya turun tetapi sejak
tahun 2002 cenderung naik. Menurut perhitungan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tingkat pengangguran pada tahun 2004 sebesar 10,3 juta meningkat
menjadi 11,2 juta pada tahun 2005 dan diperkirakan sebesar 12,2 juta pada tahun
2006 (Harian Kompas, tgl. 7 Agustus 2006, hal. 15). Hal ini sangat ironis
karena pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu yang sama berada di atas 5%.
Persentase orang miskin pada mulanya juga terus menurun, tetapi sejak tahun
2005 sudah mulai bertambah. Hal ini disebabkan oleh sektor yang bertumbuh itu
adalah sektor non-riil. Ini adalah kondisi serius dan perlu dikaji lebih
mendalam.
2. SISTEM POLITIK DI INDONESIA ERA
REFORMASI
Sistem politik Indonesia
diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara
Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan
penyusunan skala prioritasnya. Politik adalah semua lembaga-lembaga negara
yang tersbut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif,
eksekutif, dan yudikatif ).
Dalam Penyusunan
keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan
terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik
sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga
Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR,
DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Badan yang ada di masyarakat seperti
Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan(Interest Group), Kelompok
Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik
(Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah
merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat
dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses
pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan
yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik
Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut
ini:
1.
Masa prakolonial
2.
Masa kolonial (penjajahan)
3.
Masa Demokrasi Liberal
4.
Masa Demokrasi terpimpin
5.
Masa Demokrasi Pancasila
6.
Masa Reformasi
Dan masing-masing masa tersebut
kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek antara lain penyaluran
tuntutan, pemeliharaan nilai, kapabilitas, integrasi vertical, integrasi
horizontal, gaya politik, kepemimpinan, partisipasi massa, keterlibatan militer,
aparat Negara, dan stabilitas. Dan disini saya inginlebih membahas sistem
politik di Indonesia pada masa reformasi.
Sistem
Politik Pada Era Reformasi
Sistem
politik pada era reformasi biasa diuraikan sebagai berikut :
a.
Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
b.
Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
c.
Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
d.
Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
e.
Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
f.
Gaya politik – pragmatic
g.
Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
h.
Partisipasi massa – tinggi
i.
Keterlibatan militer – dibatasi
j.
Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
k.
Stabilitas – instabil
Era Reformasi atau Era Pasca
Soeharto di Indonesia dimulai
pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri
pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil
presiden BJ Habibie.
Presiden Habibie segera membentuk
sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan
dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk
program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan
mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD
diadakan pada 7
Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen
dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto -
sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh
22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa yang di pimpinan Abdurrahman
Wahid (Gus
Dur) 10%.
Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman
Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5
tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya yaitu Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan
reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid
meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang
menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut,
pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama
di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan
rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang
dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan
menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik
yang meluap-luap.
Pada Sidang Umum MPR pertama
pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya.
Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran menyerbu
MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya
dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen
dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden
yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati.
Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di
dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia.
Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan
tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang
meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah
berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang
bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
3. SISTEM HUKUM DI INDONESIA SEJAK
ERA REFORMASI
Dalam melihat system hukum di
Indonesia era reformasi, jelas ada unsur keraguan oleh pihak-pihak asing yang
juga mengikuti perkembangan politik di Indonesia. Permasalahan struktur lain
dari reformasi hukum Indonesia bagi organisasi multilateral asing ialah bahwa
mereka cenderung memandang system hukum melalui prisma system hukum mereka
sendiri, dalam artian mereka memandang hukum Indonesia hampir disamakan dengan
hukum negaranya. Secara universal, hukum beberapa Negara memang terlihat hampir
sama. Dalam suatu kebijakan Negara tentunya juga ada kebijakan yang mengatur
hukum yang berlaku, yaitu lembaga hukum negara.
Dalam era reformasi di
Indonesia hukum menjadi melemah karna beberapa faktor yang dianggap menggerogoti
lembaga hukum Indonesia. Faktor-faktor tersebut tentunya tidak akan lepas
dari ekonomi. System hukum Indonesia banyak menuai kritikan disamping itu
seperti yang dijelaskan sekilas diatas, system hukum juga tidak mengatur
pemisahan kekuasaan antara pihak yudikatif dengan pihak eksekutif dan kerap
kali hal yang tidak di ingginkan terjadi adalah subyek suap menyuap atau
intimidasi.
Dalam konteks ini, Indonesia
belum menjadi Negara hukum, sebuah Negara yang konsisten menyelesaikan banyak
hal dengan standar hukum. Pembahasan tim Lindsey tentang proses reformasi
memfokuskan pada aspek legal ini, dengan menekankan bahwa agar proses ini
berhasil maka Indonesia harus menjadi Negara hukum. Tentang ini, setidaknya
kalangan oposisi dan donor luar sepakat ketika melihat pemerintahan Habibie.
Lidney juga mencatat bahwa apa yang diharuskan oleh Negara hukum tentang
pemerintahan Indonesia dan apa peran hukum dalam proses tersebut masih sangat
kabur. Hal ini pun tergambar jelas era
reformasi yang menjadi penyulut api revolusi dan menjadi tuntutan masyarakat
dalam kesejahteraan.
TUGAS
SEJARAH
KEADAAN
HUKUM, POLITIK, DAN EKONOMI DI ERA REFORMASI
DISUSUN
OLEH :
NAMA : VIA MARANTIKA ANGGRAINI
KELAS : XII IPA 1
NO :
37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar